Minggu, 30 Desember 2012

Ibnu Abbas r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani beliau.
Bahkan, Rasulullah SAW pernah secara khusus mendo'akan Ibnu Abbas.
Di usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Qur'an dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia di tanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia.
pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur. Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah anikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu:
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang di beri kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang terus bersyukur!
Kedua, Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang shalih akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang shalih pula. Di akhirat kelak seorang suami (Sebagai imam keluarga) akan dimintai pertanggung jawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada keshalihan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang shalih, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang shalihah, akan memiliki kesabaran dan ke ikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruk kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang shalih.
Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang shalih.
Saat Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu :"Kenapa pundakmu itu?" Jawab anak muda itu: "Ya Rasulullah, saya dari yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur (tua). saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika shalat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: "Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang berbakti kepada orang tua?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah Ridho kepadamu, kamu anak yang shalih, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orang tuamu takan terbalas olehmu".
Dari hadits tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang shalih, dimana do'a anak yang shalih kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. berbahagialah kita bila memiliki anak yang shalih.
Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif (suasana yang nyaman/keadaan yang sangat menunjang atau mendukung untuk melakukan suatu hal) untuk iman kita. Ingatlah kata pepatah berteman dengan tukang minyak wangi kita akan ikut wangi. Jadi sebaiknya dalam pergaulan dan memilih lingkungan ada baiknya kita memilih lingkungan yang akan mendekatkan kita dengan keshalehan. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih. Orang-orang yang shalih akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita ketika kita berbuat salah.
Orang-orang shalih adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada di sekitarnya.
Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang shalih.
Kelima, al malul halal, atau harta yang halal. Paradigma (kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangnya sehingga akan membentuk citra (gambar) subjektif (mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri (tidak langsung pada pokoknya), lawan dari obyektif) dalam islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.
Dalam riwayat Imam Muslim didalam Bab sodaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdo'a mengangkat tangan. "Kamu berdo'a sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan dan minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya di dapat secara haram, bagai mana do'anya di kabulkan".
Berbahagialah orang yang hartanya halal karena do'anya sangat mudah di kabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, tafakuh fidden, atau semangat memahami agama.
Semangat memahami agama di wujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaanNya.
Allah menjanjikan nikmat bagi umatnya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.
Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya. hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama.
Ketujuh, yaitu umur yang baroqah. Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin shalih, yang setiap detiknya di isi dengan amal ibadah. seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan banyak di isi dengan nostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, ia pun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan sang penciptanya. Hari tuanya banyak di isi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang di janjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang barokah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya barokah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas r.a. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Kata nabi SAW, "Amal shalih yang kalian lakukan tidak bisa memasukan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah?". Jawab Rasulullah SAW: "Amal shalih sayapun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya: "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab: "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".
Jadi shalat kita, puasa kita, taqarub kepada Allah (mendekatkan diri kepada Allah) sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amin).



Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar